Ketika musim liburan tiba, entah itu long weekend, libur
hari raya seperti Imlek, Natalan, Nyepi atau saat Hari Raya Lebaran biasanya di situasi normal lama
banyak para perantau yang mudik atau pulang kampung (tolong jangan diperdebatkan
lagi). Selain silahturahmi dan bertegur sapa dengan handai taulan (sudah lama
orang yang nggak nyebut kata jadul ini) atau berjumpa sahabat sekolah, maka
obat rindu yang harus segera didapat adalah makanan favorit masa kecil. Entah itu
masakan ibu, nenek, warung dekat rumah atau rumah makan legendaris (paling
tidak menurut kita lah).
Sejak berangkat kenangan itu sudah membuat ngiler karena mengingat beberapa
makanan khas kampung halaman yang ada di rumah juga yang ada di warung, rumah makan atau restaurant di
kota kelahiran (kalau nggak lahir di dusun tentu saja). Jika semua urusan
sosial dan adat serta keagamaan selesai, maka pasti yang dilakukan adalah food
tour atau wisata kuliner.
Setiap kampung, dusun, banjar atau kota pasti ada
beberapa tempat makan yang menjadi favorit. Dengan
kantong lebih tebal (maklum sudah terima THR, bonus, profit atau komisi),
rasanya semua makanan di tempat kelahiran ingin segera diserbu. Selain makanan
besar, para perantau yang lagi mudik juga akan menyerbu minuman seperti es campur, es daluman, jaje lak lak dan jajanan
pasar lainnya, bahkan rujak dan sebagainya.
Rudi S. Kamri resah dan gelisah rindu makanan kampung halaman. Gara-gara si Corona nakal ora mudik deh. (dok.Rudi S. Kamri) |
Rudi S. Kamri penulis dan Chairman Rds Institute serta
pemerhati politik dan sosial budaya ini juga punya makanan favorit di kampungnya
di Jawa Timur. Kita simak aja tulisannya yang sangat pas dengan suasana Idul
Fitri tanpa mudik ini.
Ketupat Khas Blitar
Saya sudah berkeliling ke berbagai daerah di Nusantara,
ragam masakan ketupat penuh aneka warna. Semuanya enak-enak. Tapi secara
subyektif tentunya yang paling sreg di perut saya adalah masakan ketupat khas
kampung halaman saya Blitar.
Berbeda dengan menu ketupat lebaran di Jakarta atau
daerah lain. Ketupat khas Blitar penuh aneka toping. Sayur utamanya tetap lodeh
(kacang panjang, kacang lentho, tempe dan thethelan daging sapi) dan opor ayam
kampung seperti biasa. Yang menarik adalah aneka toping yang memberikan aksen
rasa yang luar biasa. Terdiri dari telur rebus, sambel petis, kelapa bumbu dan
bubuk kedelai.
Kalau semua toping tadi diaduk dengan sayur utamanya,
rasanya benar-benar membuat air liur meleleh. Sensasi rasanya begitu nano-nano
aneka rasa tapi berpadu dalam harmoni rasa yang lezat tak bertepi. Apalagi
kalau ditambah dengan kerupuk udang cap Ny. Siok. Hmmmm.....
Karena saya tidak bisa mudik lebaran tahun ini, terpaksa
minta kiriman resep dari adik bungsu saya yang memang jago memasak. Dan di Jakarta
dimasak oleh chef yang luar biasa keren. Saya hanya kebagian memasak sambel
petis dan sangrai kedelai untuk dijadikan bubuk.
Cuma ada sedikit kendala, tidak semua bumbu bisa dengan
mudah didapatkan di Jakarta. Untuk mendapatkan petis saja saya harus keliling
cari ke beberapa supermarket di Jakarta dan akhirnya dapat di Gelael Tebet.
Untuk bubuk kedelai malah tidak ada lagi yang jual. Terpaksa beli kedelai
mentah dan disangrai ala kadarnya.
Meskipun tidak 100% mendekati taste asli ketupat Blitar
tapi alhamdulillah akhirnya saya bisa mengobati kerinduan saya pada kampung
halaman dengan menyantap menu ketupat khas Blitar.
Masak sendiri, menikmati ketupat sendiri tetap harus
disyukuri. Lebaran di tengah pandemi corona seolah seperti mencari remah-remah
kenikmatan di dalam sumur kejenuhan. Tapi semua tetap harus dijalani, dinikmati
dan disyukuri.
Selamat menikmati ketupat lebaran khas daerah
masing-masing. Tapi bagi saya ketupat khas Blitar tetap paling juara 🤣
Salam Kuliner Nusantara
Rudi S Kamri
24052020
Comments
Post a Comment